PUISI 

Di Depan Mulut Tungku

Puisi-puisi: Samsudin Adlawi ___________________________________________________________________

 

DI DEPAN MULUT TUNGKU

Potongan-potongan ranting
kayu setengah kering antre
di depan mulut tungku
sebuah rumah.
Beberapa ekor ayam
pucat kesi
terkulai
dalam perut panci
usang
tanpa darah tanpa
bulu.
Api memercik
dari kepala batang
korek
melumat ranting kayu.
Merah baranya marah
menyengat pantat
panci usang.
Asap putih mengibarkan
isyarat di atas genting
tak lama lagi
pesta segera dimulai.
Cangkir-cangkir tanpa gincu
berjajar di atas meja bulat
tak sabar menyiramkan
seyum terindah di bibir
para perindu kopi
dan remah.
Seperti perawan desa
hati mereka bungah
bisa melarung hasrat
sampai ke perut
seraya merapal doa
helai-helai gerimis
sudi mengirim denting
terindah di atas genting
dan ranting pepohonan
depan rumah
menyahdukan jamuan
agung.

-the sunrise of java-
-2022-

 

 

JUNI TAK LAGI BASAH
:SDD

JUNI tak lagi
basah,
kini.

Hujan seperti anak
hilang,
ia tak tahu jalan
pulang.

Dedaunan, bunga-bunga,
dan buah-buah
kehilangan
puisi.

Bersama Juni,
mereka meringkuk di
balik terali
sepi.

Menunggumu yang
tak akan pernah
kembali.

-the sunrise of java-
-2020/2021-

 

 

SAAT DI PUNCAK PALKA
KUHUNUS RUNCING MATA PUISI

ENTAH sudah sampai mana
Sumpah agungmu berlayar,
tuan.

Masih mengapung di laut lepas atau
dikoyak habis angin samudera
atau sudah semayam
nyaman di kutub
utara.

Mungkin pula berkibar indah
di langit semenanjung
Melayu.

Kadang masih kumerasai
sumpahmu
menggema di dinding
keheningan waktu.

Kadang lain melambai-lambai
di kelopak mata
bak bendera
rindu pada pengibarnya.

Sepertimu, tuan Gajah Mada
lamun huwus kalah Nusantara
ingin aku taklukkan dunia
tanpa bahtera tanpa
balatentara tanpa
keris.

Cukup kuberdiri di puncak
palka kapal
kata-kata
lalu kuhunus
runcing mata puisi
niscaya jagad semayam
dalam genggaman.

-the sunrise of java-
-2022-

 

 

SEKUNTUM SENYUM MEKAR
DI SUDUT BIBIR

SUDAH kulukis sempurna
semua rekah
bunga
belum ada satu
pun seindah sekuntum
senyum yang mekar
di sudut bibirmu.
Kemarau dan hujan
tak sanggup memetik
senyummu.
Kumbang dan lebah
datang dan pergi
tak bosan menikmati
senyummu yang kubonsai
dalam vas
putih
hatiku.

-the sunrise of java-
-2017/2022-

 

 

Samsudin Adlawi, lahir pada 1970 di Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia. Dia adalah penggiat kelompok SELASA (Senantiasa Lestarikan Sastra) Banyuwangi. Menjadi ketua DKB (Dewan Kesenian Blambangan) Banyuwangi periode 2015 – 2019 dan ketua Dewan Pengarah DKB (Dewan Kesenian Blambangan) Banyuwangi periode 2019 – 2024.
Karya puisinya sudah diterbitkan dalam empat buku antologi puisi tunggal. Yakni, Jarang Goyang (2009), Haiku Sunrise of Java (2011), Selingkar Pedang Jalan Pulang (2018), dan Ribang Kala Aksa (2020).
Puisi-puisinya juga tercetak dalam banyak buku antologi bersama.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Related posts

Leave a Comment

2 + 2 =